Cerpen Cinta: Martir



“Sekarang kita adalah martir-martir itu,” serunya seraya berlari terus menuju medan pertempuran. Aku mengikuti di belakangnya. Dor ..dor..dor. Letusan itu terdengar keras sekali. Berulang-ulang. Dia berteriak, suaranya parau. Merah darahnya mengaliri kujur tubuhnya. Ia mengejang. Aku yang berada di dekatnya hanya mampu diam.

Bagaimana ia harus kudekati, sementara peluru-peluru terus saja





Artikel Terkait